Kamu Duduk

wpid-20100503_nike_hol10_bmx_0763-960x638-600x600

Kamu duduk

Disitu

5 senti dariku

Rambut habis dicukur

Pangkas habis kanan-kiri

tebal di tengah

Mengalahkan pesona Adipati Dolken

Kamu duduk

Disitu

Kakimu menjuntai bak hordeng

menyapu karpet

Lalu,

Dalam genggamanmu

Kamu sodorkan sebotol, ah, dua.

Aku pilih satu

Kamu tempelkan sebotol

Nutriboost dingin (di pipiku)

yang dinginnya masih terasa

Hingga Kini

Aku Rindu

untitled

 

 

 

 

 

 

 

Abi, aku rindu

Aku rindu obrolan kita di pagi hari

Aku rindu lagu yang kau setel di pagi hari

Aku rindu kau yang menyesap kopi hitam

Aku rindu memeluk pinggang gendut itu

Aku rindu berpangku tangan, di atas sofa menatap luar jendela bersama-sam, melihat tingkah kodok dan capung

Aku rindu kau yang mengecek kamarku di malam hari

Aku rindu deru motormu

Aku rindu suara ketikan pada laptopmu

Aku rindu kau yang marah karena kami kesiangan

Aku rindu humor segarmu saat sarapan–Menawrkan diri untuk mengoles roti

Aku rindu diskusi kita di atas motor saat berangkat bareng

Aku rindu kau yang memutar film rumit kesukaanmu

Aku rindu kau yang duduk manis membaca novel

Aku rindu membaca novel dan buku yang kau sarankan

Aku rindu sarapan lontong sayur di depan pom bensin

Aku rindu menatap ikan di kolam, lalu di sebelahku kau menjatuhkan butiran pelet

Aku rindu melihat kerutan wajah itu

Aku rindu memperhatikan ubanmu

Oh, kau menua ya?

Lalu, apa saja persembahganku untukmu selama ini?

Tidak ada. Maaf, kalau begitu. Aku belum membuatmu bangga.

Maaf, semoga (namun) kau tetap merindukan aku, anakmu.

Kabar Jangkar

u23_8931

Kabar baiknya

Jangkar yang kubuang-sauh,

Sedia tambatan lain

Tinggal kesediaanku, ingin menambat atau?

TIDAK.

Jawabku dalam sanubari

Tegasku. Itu tidak setimpal

Jangkarku terlalu kasar, besar dan berat

Kuatkah ia nanti?

Mungkin ia bersedia

Kupatok, kupukul, kubaret.

Tapi~

Aku tak ingin melukai.

Dan kenapa harus muncul di saat

Tambatan di pantai yang biasa setia

Itu hilang, tenggelam perlahan.

Apa memang, ia pengganti?

anchor-graveyard-62

Ambil Saja

warga-di-china-geger-ada-manusia-bersay-fb5d94

Memang cuma waktu yang sadis

Membolak-balik pasir

Mengubah alur cerita

Seolah seisi bumantara mendukungnya

Dan kemarin dia datang

Mohon izin padaku–untuk mengambil….

 

“Ambil Saja!” Bentakku

Dia berkilah, mengkambing-hitamkan tuhan

“Hanya menjalankan perintah?!”

Seluruh emosiku sempurna terkumpul

di ubun-ubun

Dia bahkan belum sempat

Bilang ambil apa?

“Ambil dia kan??! Dari kehidupanku?”

Aku pura-pura tuli. Persetan .

Belasan nyaris 20 tahun

hanya menanti saat kepergiannya?

Diambil sang waktu?

Sadis.

“Bukan,” Lirihnya.

“Aku ingin mengambilmu, dari pikirannya. Hingga ia hidup tanpa namamu di ingatannya,”

boyangel

Persamaan Nilai Uang dan Waktu

26361-1

Dalam konsep slipstream semakin cepat suatu objek bergerak, semakin lamban progress waktu berjalan pada objek tersebut. Analoginya seperti ini. Kalau dua orang menyedot jus sama banyak, dengan kecepatan berbeda maka akan lebih cepat habis yang lebih cepat menyedotnya. Sementara yang masih menyedot masih sisa setengah, satu lagi telah membayar jus dan naik mobil meluncur pulang. Karena waktu berjalan lambat–waktu tersisa banyak untuknya.

Mungkin bagi penggemar film Marvel disini, ada yang tahu Quick Silver? Di film x-men? Ya dia memakan waktu singkat sekali untukl menolong orang-orang ketika Xavier School terbakar. Lihat bagaimana belum ada yang berkedip dia telah menolong semuanya? Dan bagaimana tiba-tiba waktu seolah berhenti. Atau disini–menjadi sangat lambat. Ia punya sisa waktu sangat banyak untuk meminum fresh drick dan memindahkan akuarium, atau bahkan sekedar mengganggu orang yang akan berciuman. Di saat bersamaan, bara api menjalar dari ujung koridor melalap habis semua bagian gedung. Namun Quick Silver tampak sambil santai kesana-kemari.

GANTI NILAI TUKAR BARANG ANDA DENGAN SATUAN WAKTU

waktu-adalah-uang

So, gini. Bayangkan harga mobil maupun perabotan anda adalah jam, menit, dan sekon. Seberapa banyak jam atau waktu yang musti dibayarkan? Daripada meningkatkan kualitas mobil jazz honda anda bisa digfanti dengan mobil kijang yang lebih murah. Atau handphone apple anda diganti dengan handphone merk lain yang lower cost. Ipod diganti mp3 biasa. Namun, apapula hubungan itu semua dengan waktu?

Bayangkan, nominal 3000.000 seribu sama dengan sejam. Ada berapa jam yang harus anda bayar demi barang senilai 3 juta tadi? Ada 3000 JAM! ASTAGA. Berapa hari waktu kita terbuang? Untuk banting-tulang demi melunasi cicilan mobil, rumah, dan handphone. Perhari 24 jam, 3000 jam dibagi 24. Berapa harikah anda kehilangan quality-time bersama keluarga? 126 HARI! Ya ampun, perbulan 30 hari. Oke setidaknya nyaris 5 bulan, ya. Bukan waktu yang singkat hanya untuk, menyadari, betapa anda tidak bahagia. Dan mulai merindukan kebersamaan dan waktu santai anda.

Maksud saya, itulah kira-kira mengapa waktu disamakan dengan uang. Time is Money. Banyak waktu terbuang? Begitu pula uang kita. Memang kadang kita butuh goncangan untuk memulai lives your dream, or do what you love, and love what you do. 

Korupsi Waktu

kisah-tukang-gosip_zpsossb0xjh

Tuhkan, lagi-lagi aku suntuk.

Efisiensi waktuku hancur diminus dengan kegiatan rumpian yang tidak berujung. Yeah walau kata Pak Handoko Hendroyono ngobrol itu penting.

Tapi ini kelewat bosenin!

Waktu yang sudah kuestimasikan untuk menuntut ilmu terpotong hanya karena–ini. Ketidakjelasan jadwal sekolah.

Kenapa sih, aku mudah sekali merasa bosan. Apa karena itu pula aku jadi orang juga membosankan?

Aku mau mengepot waktu, licik sedikit. Longkap beberapa hari. Tau-tau hari Jum’at. Emang, kenapa ya di tiap detik hidupku cuma habis untuk sekedar membunuh waktu. Bisa gak, waktu yang bunuh aku? Biar aku gak hidup dalam kebosanan.

Aku mau hidup di masa lalu saja, bersama raga mungilku, yang belum mampu berpikir seperti ini. Biar enteng kepalaku.

Kalau orang-orang, teman-temanku gossip soal mahluk hidup, hubungan antara manusia, tempat nongkrong baru atau barang yang sedang trendy. Mungkin aku akan gosip soal mimpi. Atau bagaimana manusia bereinkarnasi. Ngobrol sama bantal kayaknya lebih asyik. Sial kan, mereka lagi-lagi masuk ke limbic.

 

Ditulis Sambil GABUT

Yasmin Sabrina

Memori dalam Lelap

Taksaka, menuju Jogjakarta.

6191975739_d563023df2_b

Pagi aku mengejar kereta keberangkatan pukul 08:50. Melepas bergalon CO2 untuk terakhir kali di Jakarta. Menghempas beban pada sebuah bangku kereta eksekutif. Berpikir untuk tidak memikirkan apapun. Apalagi sejumput asa yang berserak ketika aku terjaga subuh hari.

Aku dan fantasi indahku tentangnya.

Perlukah kubawa serta?

Dia yang asli tengah bergelut dengan hedonisme dan kehidupan bebas di Kota sejuta turis. Sempatkah ia memimpikanku?

Itu bukan mimpi kemarin siang. Tetapi kenangan yang terputar kembali dalam tidur. Ia yang bersender pada balkon, menggangu diriku yang kepalanya rebah di meja kelas. Ia yang dungu! Dasar dungu! Umpatku waktu itu. Aku maki ia dalam lelap. Wajahnya makin dekat, mnenyeringai ramah. Dan aku melihatnya menangis terkadang. Tertawa, sering. Tersenyum lebar–padaku. Selalu.

Ia di kelas, ia di kantin, ia yang membawa motor supra-x. Ia yang bermain skateboard. Ia yang berlari melintasi koridor. Ia yang tersdandung di tangga, lantas terbaring lemah di UKS. Ia memimpin pleton saat upacara. Ia yang maju ke depan kelas dan disuruh mengangkat satu tangan selama pelajaran. Ia dihukum jalan jongkok. Ia yang, meletakkan kepalanya di mejaku. Menatap lamat wajah tidurku. Ia yang membawakan kenangan. Menawarkan kegembiraan.

11665613_10203272967344951_7253024305191750652_n

Sebuah candu.

Ia yang memakaikan jaket padaku.

Yang aromanya masih teringat.

Membuatku ingin mendekapnya.

Dasinya melayang, beterbangan manakala ia berlari. Topi yang selalu dipakainya. Ia yang mendekati para gadis dengan mudahnya. Dulu, aku tidak termasuk.

Aku cukup sabar menatap dari jauh.

Hingga kini aku sabar menatap delusi serta imajimu yang susah-senang di sana. Mimpi itu terlalu dalam. Hingga aku enggan terbangun. Maafkan aku, terobsesi padamu.

rel-kereta-api

Marriage?!

gambar-kartun-muslim-muslimah-468x555

Malam makin larut.

Sementara kapasitor-kapasitor dalam otakku makin cepat bekerja.

“Aku gak pengen nikah,”

Celetuk kawan lamaku Aku tidak tahu harus bereaksi apa, namun aku sama sekali tidak kaget atau heran. Angin malam berhembus pelan dan pembicaraan kami mengalir deras seperti aliran sungai untuk arum-jeram.

Sambil menenteng sekantung es teh angkringan depan asrama, aku tergelak mendengar kesungguhan dari cara bicaranya. “Aku heran, Min, kenapa manusia harus nikah? Diperparah dengan perintah agama kita, Sunnatullah, kan. Nikah dapat pahala banyak pulak,” Aku diam. Tidak berniat membalas dengan argumen sebagai opposition team. Hanya ingin menjelaskan–bukan mendebat.

“Dan kenapa pula-,”

“Kita memiliki naluri melanjutkan keturunan?” Potongu cepat. Ia tersenyum mengiyakan.

“Kenapa, Min? Dosakah aku gak nikah?”

Karena aku bukan dari jurusan keagamaan, dan takut asal mengeluarkan statement. aku jelaskan dari sudut pandangku sebagai anak biasa, dengan logika standar,

“Kalo gak gitu, manusia punah, coy!” Ujarku simple.

“ah, biar! Kita udah over-populate kok sebenernya,” Kawanku itu, mengenakan atas mukena menyeruput es teh berkaporitnya.

Continue reading

Second Email for God-My Confession in Nightmare

I woke up this morning with some dramatically voices.

Every one that still slept, forced to woke up because of that voices. What voice? Sucha pathatic voice you know? My crying. I’m moaned. I dunno. That’s what happened, some black creature ran behind me, it chased me in the dark then i just ran nowhere, till i heard another voice, my friend woke me up.

“Min, hey, please! Wake up! Its just a dream!”

No, hell. I can’t even opened my eyes. God bless me, when i made it. I saw my circumtances, in a very dark room, my bed room in the dorm. I guessed all my friends stared at me. Astonished. I just sat on my bed, then my cry change to a very lil sound. I sob, with lower voice. Then i right away took a pray, and after it, i just close my whole face with my hands. I must stop this silly crying. But, how? If the creature still surrounded me.

My friends only know, maybe i’m in a very high depressed. Or some kindo that. I’m too tired, too frustated. Or etc. But, most of all. The effort came from my real life. That occures nowadays. Quickly, i opened my chat. Just to make sure, it was only- really-my dream. I hugged my pillow. Then fell asleep till noon. And the bed room feel so empty. My roommate has went to school. I grab my bolster, hug in so tight.

“Did you know? It’s my second time dreaming like this shit,” I wishpered to my self.

“And YOU were the subject of all the stories in the dream,” I cried so sad, till i felt there was no tears more. I was just so down. “Did he die?” I checked my cell phone again. He just replied. “Dear, it was just a dream. Istighfar. It’s scared me alot too,” I can take a deep breath, finally, i though. No, he still alive. Even only replied with two sentences.

He started these whole problems. Doesn’t he understood i’m very in to it? He said that he wanna stop our intense conversation for a while, he wants to reduce the intensity

He died second time, in my dream. And i never expect any third time. I need him alive. He is my close friend. So close till i can imagine what might he do right now. I believe, maybe it’s only my reaction that too posessive with any other his change. That maybe, he only wanna make sure, how big our feels each other. Or, how much we need each other.

What the hell! I can’t make any range, no more. If he asked me to make a room between us. It’s like a request for me to forgot him, idiot! In my dream, we haven’t talk for several months–okey, i’ll tell you my dream.

Well Even my parents, told me, that the bad dream is forbid to tell.

Then several months we dont have any chat, i decided to make a call first. He never answered. And i send him a lot of message. From all social medias. He never read it. I wanna go back to my hometown. So i think, its stupid for us, if then we meet, in the other hand we have a BIG DEAL all along. “Dear boy, please, read my message. You dont need to reply, just, read. Please~” I sent him a text.

At last, his parents contacted me. His mom, with a deep sadly sound, talked to me. Tell that he has been waiting for me. So long. And he has been lying on his bad. Lying, on his bed? What does that stupid man do? I though hard.

I decided to just went home. I arrived at his home. And i can saw, there are lot of people with a sorrow noise, crying aloud. I opened my mouth, just to expressed how shock i was. He really did! He really waiting for me. With the pale face, and the white fabric close his body. I dropped my knees on to the floors. He has gone. I.. no.. it’s not.. real. God tell me it isn’t real!

I was too panic to approached his body, to confirm, that it was really him. I ran out his home, and cried so long. Then~ my friend tap my shoulder, softly. “Min, what happen?” I cant even say “ha”. I kept crying. Untill i realized, and opened my eyes just to see my roommates looked at me. Sympathy.

GOD, please. Just please don’t take him go. Not now.

An Email for God

Aku bosan. Dia bilang. Dia pikir aku tidak?

“Kita tiga tahun saling memanggil dengan panggilan kasih-sayang. Hubungan kita mengambang. Kita, begini-begini saja. Aku sungguh bosan,”

Oh, ya. Lalu maumu apa?

“Ayo, kita berhenti sejenak. Agar aku bisa lebih merasakan percakapan kita. Agar kita menikmati hubungan ini,”

Mungkin dalam kamus perempuan. Sejenak artinya SELAMANYA. Dan dengan tidak logis aku berasumsi. Kau tiak lagi menyukaiku. Aku membosankan. Bilang saja begitu.

Lalu dia memohon, Maaf. Katanya. “Tdi ada sedikit kesalahan teknis pada laptopku,”

Mungkin. Laptop cuma salah satu pemicu dia mengungkapkan Uneg-unegnya. Biarlah. Pikirku. Aku siap cari penggantinya. Meski rasanya seperti mencabut duri dalam daging–melepasnya sesakit itu.

Aku diam.

Berpikir.

Ia juga. Diam.

Biarkan, jangan tergoda memulai obrolan. Dia sengaja tidak membaca pesanku.  Tak ada balasan. Baiklah. Siap-siap sakit. Aku siap, dia pikir ini akan mengganggu hidupku? Rutinitasku?

Tuhan, Kau lebih tahu. Apa maksudnya? Apa yang ia pikirkan? Lagipula. Adakah kehidupan manusia selain itu?  Lahir. Makan dan tumbuh besar. Memamah biak. Menikah. Kawin. Melahirkan. Oya, Berkembang-biak. Dan mengasuk anak dengan pola serta siklus yang sama PERSIS!

Tuhan,. aku tidak mau itu. Aku bosan. Itu terkesan seperti melecehkan. Kau tau? Hewan Ternak? Apa bedanya manusia dengan mereka? Bahkan kata guru haditsku lebih mulia hewan ketimbang manusia tanpa agama. Jasad atau bagian daging mereka masih bisa dikonsumsi, atau dijual meski mereka mati. Manusia? Habis diulati dalam kubur.

Ya, mirip, bukan? Diberi nafsu untuk makan dan melakukan kegaitan seksual. Membuat mahluk yang sama. Sama hinanya! Lalu tinggal menunggu ajal dan tercampur dengan tanah. Tenggelam, dilupakan zaman.

Lantas Kau beri rasa itu. 

Tertarik–menyukai dan cinta.

Saling berkomitmen, yang sejatinya hanya untuk meningkatkan pertumbuhan jumlah penduduk bumi. Tinggal tunggu waktu hingga mereka-anak cucu-berebut O2 dengan mahluk hidup lain.

Tapi ayahku selalu memperingatkanku. Kata beliau aku terdoktrin. Bukan, kok. Aku hanya, ya, mencoba melihat dari perspektif lain.”Ya, perspektif orang tak bertuhan. Tanpa prinsip.” Ayahku menyela.

Ya, mungkin saja. Tetapi aku bukan atheis. Belum, baru mau kukatakan, belum mengklaim agnostik. “Kalau kau percayua hidup itu–kita sebagai manusia sama dengan hewan ternak. That’s meant kita yakin hidup itu tidak memiliki arti. Apapun! Hidup tinggal hidup. Mungkin kamu bernapas, eksresi, berkembang biak. Tapi pikiranmu, ada gir di sanma yang karat. Kamu merasa kehidupan begitu hampanya hingga tak ada sesuatu yang nayta untuk kau nikmati. Kau renungkan, dan kau kagumi sebagai ciptaan-Nya. Tidak ada makna. Dan itulah yang ayah sayangkan dari konsep berpikirmu baru-baru ini,”

Ohya, sudah dengar, kan? Aku tunggu jawab-Mu.